MANUVERNEWS.COM | BEKASI – Anggaran Kabupaten Bekasi semakin tertekan. Hampir separuh APBD habis untuk membayar gaji pegawai, membuat alokasi untuk pembangunan dan pelayanan masyarakat makin terpinggirkan.
Pembengkakan ini terutama disebabkan rekrutmen PPPK yang dilakukan besar-besaran dalam beberapa tahun terakhir. Terbaru, Bupati Ade Kuswara Kunang melantik 3.078 PPPK paruh waktu, sehingga jumlah pegawai Pemkab Bekasi kini mencapai 25.562 orang.
Di tengah jumlah pegawai yang terus naik, daerah juga harus membiayai Pilkades, menutup kewajiban JKN-KIS, dan menghadapi penurunan dana transfer dari pusat. Kombinasi itu membuat APBD semakin sesak.
Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron Anas, menegaskan bahwa kondisi anggaran hari ini tidak bisa lagi ditangani dengan pola lama.
“Belanja pegawai semakin membengkak, APBD makin terbatas. Bupati harus bergerak cepat mencari solusi. Jangan sampai pembangunan terhenti,” ujarnya.
Pendapatan Besar, Tapi Tak Bisa Dipakai Banyak
Rancangan APBD 2026 mencatat pendapatan daerah Rp 7,28 triliun. Namun hampir setengahnya langsung tersedot untuk belanja pegawai—angka yang jauh melewati batas ideal 30 persen.
Belanja pegawai yang semestinya terkendali justru menembus hampir 50 persen setelah penambahan PPPK.
Solusi Darurat: Moratorium Pegawai Baru
Menghadapi situasi ini, Bupati Ade Kuswara akhirnya mengambil langkah darurat dengan melarang seluruh perangkat daerah melakukan penerimaan pegawai baru.
“Belanja pegawai sebelum PPPK sudah 40 persen. Setelah penambahan ini bisa 50 persen. Tidak boleh ada rekrutmen lagi,” tegasnya.
Perampingan Dinas Diwacanakan
Pemerintah daerah juga mewacanakan perampingan dinas untuk menekan biaya operasional. Dinas yang memiliki fungsi serupa, seperti Perindustrian–Perdagangan atau Bappeda–Balitbangda, dinilai bisa digabung.
Namun sejumlah pihak menilai wacana ini terlambat, karena rekrutmen besar-besaran sudah terlanjur dilakukan.
Pemkab Bekasi Dipaksa Cari Pendapatan Tambahan
Dengan terbatasnya ruang fiskal, Pemkab Bekasi kini meminta seluruh OPD mencari sumber pendapatan baru, mulai dari revisi Perda retribusi, optimalisasi aset daerah, hingga penertiban kewajiban pengembang perumahan terkait fasos-fasum.
Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur anggaran Bekasi berada pada titik kritis, di mana kebutuhan pegawai dan kebutuhan pembangunan saling berebut ruang.
(ARS)
